'Gagap, buta, lalai dan tuli': adab Sultan Hussain Muadzam Syah sebagai pemerintah Singapura menurut Tajus Salatin (Mahkota Raja-Raja)

Kertas kerja ini bertujuan untuk menghuraikan adab raja-raja Melayu seperti yang termaktub dalam kitab Tajus Salatin (Mahkota raja-raja) dan membandingkannya dengan perilaku raja Singapura pertama dalam Inilah Syair Tenku Perabu di Negeri Singapura Adanya. Ketidakstabilan politik akibat kemangkatan...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: Hamdan, Rahimah, Sujud, Arba'ie
Format: Conference or Workshop Item
Language:English
Published: 2017
Online Access:http://psasir.upm.edu.my/id/eprint/64468/1/04-RAHIMAH-HAMDAN.pdf
http://psasir.upm.edu.my/id/eprint/64468/
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Kertas kerja ini bertujuan untuk menghuraikan adab raja-raja Melayu seperti yang termaktub dalam kitab Tajus Salatin (Mahkota raja-raja) dan membandingkannya dengan perilaku raja Singapura pertama dalam Inilah Syair Tenku Perabu di Negeri Singapura Adanya. Ketidakstabilan politik akibat kemangkatan Sultan Mahmud Syah pada tahun 1812 telah diambil kesempatan oleh British untuk meraih pengaruhnya di selatan Tanah Melayu terutama bagi mendapatkan kuasa perdagangan di Singapura. Kelicikan British mencampuri krisis penobatan sultan berhasil apabila Sultan Hussain Muadzam Syah ditabal sebagai raja Singapura yang pertama. Adalah menjadi adat yang diwarisi sejak zaman Kesultanan Melayu Acheh pada awal abad ke-17 Masihi lagi, kitab Tajus Salatin (Mahkota raja-raja) dijadikan rujukan utama oleh raja-raja Melayu dalam pemerintahan mereka. Sehubungan itu, Sultan Hussain Muadzam Syah tidak terkecuali menjadikan kitab ini sebagai dasar utama dalam pemerintahan. Namun, adab pemimpin yang digambarkan dalam Inilah Syair Tenku Perabu di Negeri Singapura Adanya tidak selari dengan Tajus Salatin (Mahkota raja-raja). Dengan menggunakan metod analisis teks terhadap kitab Tajus Salatin (Mahkota raja-raja) dan Inilah Syair Tenku Perabu di Negeri Singapura Adanya, kajian ini mengketengahkan adab yang sepatutnya menjadi amalan raja dalam pemerintahan dan seterusnya memperjelaskan punca kejatuhan kerajaan Melayu Singapura akibat ketidakpatuhan kepada konsep adab tersebut. Sumbangan kajian ini penting terutama dalam mengangkat sumbangan Tajus Salatin (Mahkota raja-raja) sebagai sastera ketatanegaraan yang menjadi pedoman kepada raja-raja Melayu sejak turun-temurun. Kesimpulannya, seseorang pemimpin perlu memahami tanggungjawabnya sebagai ‘Khalifah Allah swt’ di muka bumi ini agar negara yang diperintah memperoleh keberkatan dan kesejahteraan.